Nov 27, 2007

PARIWISATA DAN OBYEK WISATA

MASJID BIRU ST. PETERSBURG:
SATU DIANTARA KARYA SENI RUSIA

Oleh: Mohammad Natsir, MA*

St. Petersburg bukan kota yang berkembang dari sebuah desa. Jika Moskow tumbuh dari sebuah perkampungan kecil, maka pembangunan St. Petersburg dicanangkan dengan seruan: “Here shall be a town”.

Sejak 27 Mei 1703 (kalender masehi) Peter The Great, Tsar dari dinasti Romanov, telah merencanakan pembangunan sebuah kota bernuansa Eropa yang indah dan megah. Untuk membangun kota impiannya, Peter mendatangkan dan mengundang banyak orang dari berbagai daerah agar turut terlibat dalam pembangunan fisik dan ekonomi di kota barunya.

Pada tahun 1703 diantara para pendatang ini, tampak pula komunitas muslim. Mereka adalah bangsa Tatar yang datang dari Kazan, Nizhnii Novgorod dan Kasimov. Setelah 4 bulan bekerja dalam pembangunan Peter and Paul’s Fortress, komunitas Tatar mendapatkan sejumlah uang yang cukup. Mereka juga mendapat tempat tinggal di wilayah-wilayah yang mereka inginkan. Mulailah mereka melakukan kegiatan perdagangan. Tak jauh dari Benteng Peter dan Paul ini terdapat pasar komunitas Tatar yang cukup berkembang di tahun pertama pembangunan kota St. Petersburg.

Pada perkembangannya, pekerjaan utama bangsa Tatar ini adalah berdagang, membuat kerajinan tangan dan aktivitas tradisional lainnya. Jumlah bangsa Tatar semakin berkembang pesat. Pada tahun 1869 jumlahnya mencapai 2000 orang. Pada awal abad 20 jumlahnya meningkat menjadi 6000 orang. Pada tahun 1910 para pendatang ini berjumlah 8000 orang, belum termasuk kalangan tentara dan pelaut.

Meski jumlah umat sedemikian besar, masjid belum ada di ibukota Imperium Rusia. Para pendatang muslim ini biasanya membuka tempat ibadah dirumahnya masing-masing. Tempat ibadah yang paling terkenal ketika itu adalah sebuah rumah di jalan Nevskiy Prospekt 185, rumah seorang saudagar muslim bernama Kalugin.

Pada tahun 1882, pemimpin muslim tertinggi Muftiy of Orenberg Tevkelev mendapatkan persetujuan dari pemerintah Imperium Rusia untuk membangun sebuah masjid. Pada tahun 1906 menteri membentuk sebuah panitia pembangunan masjid yang bertanggung jawab mengumpulkan uang sejumlah 750.000 rubel selama 10 tahun. Dana pembangunan masjid dikumpulkan dari berbagai kota dan provinsi Rusia, yang kebanyakan merupakan sumbangan dari para saudagar kaya. Panitia Pembangunan Masjid juga mencadangkan dana sebesar 142.000 rubel.

Panitia pembangunan masjid diketuai oleh Ahun Ataulla Bayazitov. Ia seorang reformator dan ahli Studi Islam, yang juga dikenal sebagai penggagas utama pembangunan masjid St. Petersburg. Bayazitov dikenal sangat terpelajar. Ia fasih berbicara dalam bahasa-bahasa eropa timur dan menulis dalam bahasa Rusia, Arab, Tatar dan Farsi. Pada tahun 1905 ia menerbitkan surat kabar “Nur”. Koran berbahasa Rusia dengan dialek Kazan ini merupakan koran pertama bagi penganut Islam di Rusia.

Pada tanggal 3 Juli 1907 izin pembelian tanah ditanda tangani oleh Tsar Nicholas II (Tsar terakhir Rusia dari dinasti Romanov) di Istana Peterhoff. Jenderal aide-de-camp Said Abdoul Ahad Amir Buharskiy lah yang menanggung seluruh biaya pembelian tanah lokasi masjid. Lokasi ini sangat strategis: tepat diseberang Benteng Peter and Paul’s Fortress.

Pada musim gugur tahun berikutnya panitia pembangunan masjid menyetujui rencana proyek yang diajukan oleh arsitek Nicholay Vasiliev dan Insinyur Stepan Krichinskiy dan dipimpin oleh Alexander von Gogen.

Ornamen interior dan eksterior masjid terinspirasi dari bentuk musoleum Tamerlain Gur Emir di Samarkand. Bagian depan masjid dibuat suatu ornamen yang merupakan kombinasi antara woth rich oriental dan mosaic of turquoise dengan warna biru.

Pada tanggal 3 Februari 1910 pun dilakukan upacara peletakan batu pertama. Upacara ini juga diprakarsai oleh Ahun Ataulla Bayazitov. Pada upacara peletakan batu pertama pihak kerajaan, tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat hadir menyaksikannya. Tercatat nama-nama tokoh seperti: Amir Buharskiy, Harusin, Novikov, Dubes Turki dan Persia, Orenburg’s Muftiy Sultanov, dan Mufti Tevkelev ketua Partai Muslim Gost Duma (sebutan Parlemen Rusia).

Meski pembangunan interior masjid belum rampung, pada tahun 1913 masjid telah dibukan dengan resmi, ditandai dengan pembacaan do’a. Pada saat pembukaan, dinding bagian luar masjid masih dilapisi dengan batu granit abu-abu. Kubah dan kedua ujung menaranya di bungkus dengan keramic berwarna biru laut. Penyelesaian pembangunan interior memang berlangsung selama 20 tahun.

Para ahli mosaik dari Asia Tengah turut ambil bagian dalam pembuatan kubah dan kedua ujung menar. Namun mereka tetap bekerja dibawah arahan seniman keramik P. Vaulin.

Bagian depan masjid dihiasi kaligrafi ayat Al-Qur’an. Bagian lingkar dalam, di atas pintu, terbuat dari marmer hijau. Di tengah-tengah ruang dalam masjid terggantung sebuah lampu terbuat dari metal, dengan ukuran sangat besar, bertuliskan ayat Al-Qur’an. Di ruang bagian dalam, lantai dua bagian belakang dihiasi ukiran kaligrafi terbuat dari metal tipis. Dari lubang-lubang ukiran kaligrafi inilah jemaat yang berada di lantai dua dapat melihat ruang dibawahnya dengan jelas. Namun dari bawah jemaat tak bisa melihat apa-apa di dalam lantai dua. Di lantai dua inilah jemaat perempuan beribadah.

Pada mulanya lantai masjid ditutup dengan sebuah karpet besar yang dipesan khusus dan ditenun oleh para ahli dari Asia Tengah. Sayangnya, di jaman Uni Soviet, karpet ini hilang.

Seperti halnya nasib buruk yang menimpa hampir semua rumah ibadah pada jaman Uni Soviet, masjid pun mengalami hal yang sama. Di akhir tahun 1930-an masjid ditutup. Tempat ibadah beralih fungsi menjadi sebuah gudang toko obat-obatan, dan dijadikan tempat penyimpanan berupa-rupa barang. Masjid St. Petersburg sempat dibuka kembali hingga akhir tahun 1940-an. Namun, ketika Perang Dunia II berlangsung, kondisinya semakin tidak terurus. Dan seusai perang, sebagaimana rumah ibadat di Rusia pada masa itu, fungsi masjid tetap sebagai gudang. Beruntung, bahwa pada tahun 1956, atas perintah pemimpin Uni Soviet, masjid diserahkan kepada komunitas muslim kota St. Petersburg dan fungsinya dikembalikan sebagai rumah ibadah. Namun, kondisi fisiknya cukup mengenaskan. Selama bertahun-tahun, masjid tidak mampu menampung umat dalam perayaan Idhul Fitri maupun Idhul Adha. Baru tahun 1980 pemerintah Uni Soviet menurunkan keputusan untuk merestorasi masjid St. Petersburg.

Kini, masjid biru St. Petersburg kembali berdiri megah dan indah, seperti halnya rumah-rumah ibadah lain di Ibu Kota Rusia di Utara. Masjid Biru St. Petersburg yang panjangnya 45 meter, lebarnya 32 meter, tinggi kubah utamanya 39 meter, dan tinggi menaranya 48 meter ini adalah satu diantara karya seni arsitektur besar. Selain selain sebagai rumah ibadah bagi kaum muslim, yang mampu menampung 5000 umat, masjid yang di Rusia disebut The Cathedral Mosque of St. Petersburg atau The Cathedral of Moslems ini banyak dikunjungi wisatawan, sebagai obyek wisata arsitektur.

* Mohammad Natsir, MA. adalah alumni St. Petersburg State University of Economic & Finance.
(Artikel di sunting oleh Redaksi The Indonesia-Russia Study Club)

No comments: