Nov 22, 2007

SINEMA DAN SINEMATOGRAFI

FILM DOKUMENTER INDONESIA TENTANG RUSIA
Oleh: Dr. (Polit. Sc.) Henny Saptatia Sujai, MA

Para Indonesianist Rusia Bertutur Dalam Film Pemenang Piala Citra 2006 “Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan”.

Dewan juri Festival Film Indonesia (FFI) pada pengumuman pemenang piala Citra tanggal 21 Desember 2006 telah menganugrahkan ikon perfilman Indonesia itu untuk “Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan”(GKST) sebagai film terbaik kategori dokumenter.
Film dokumenter GKST telah mengabadikan penuturan 15 Indonesianist Rusia yang bermukim di Moskow dan St. Petersburg. Mereka ini hanyalah sebagian saja dari seluruh peneliti Rusia yang hingga saat ini masih menekuni kajian Indonesia.
Dengan gaya tuturan tanpa narasi, film ini sengaja diproduksi sebagai hadiah terindah yang dipersembahkan kepada para Indonesianist Rusia atas dedikasi dan kesetiaan mereka tetap menggeluti khasanah pengetahuan tentang Indonesia.
Film yang diproduksi selama satu bulan, sejak awal Februari hingga awal Maret 2006 di Rusia itu berdurasi sekitar 70 menit. GKST menampilkan orang-orang Rusia yang memiliki minat dan kenangan tentang Indonesia. Semua dengan latar belakang beragam, diantaranya: mantan diplomat, mantan wartawan, mantan perwira militer, mantan penerjemah presiden, leksikograf, linguist, etnograf, sejarawan, dosen, mahasiswa, bahkan supir taksi dan penjaga kedai buku.
Sebagai prolog, film dokumenter yang proses pengumpulan materialnya hanya melibatkan empat personil ini, menyajikan visualisasi nostalgia pertemanan Ludmila Nikolaevna Demidyuk dengan Utuy Tatang Sontani, sastrawan Indonesia yang dicekal kembali ke tanah air, dan akhirnya wafat di Rusia pada 17 September 1979. Mereka pernah sama-sama mengajar di jurusan Indonesia Institut Studi Asia Afrika, sebuah institusi dibawah Universitas Negeri Moskow Lomonosov.
Adegan-adegan di pemakaman ketika Ludmila Demidyuk tidak menemukan pusara sahabatnya (Utuy), sengaja ditonjolkan sebagai prolog, memberi aksentuasi natural dan dramatik di awal film. Spontanitas inilah yang menjadikan frase ‘Sahabat Terlupakan’ menjadi lebih bermakna.
Tuturan GKST dibagi dalam dua subtema. Pertama, “Ingatan Dingin Moskwa” berisi nostalgia para ilmuwan Moskow yang bertutur tentang tokoh-tokoh seperti Semaun, Alimin, Soekarno, bantuan militer kepada Indonesia dan keterlibatan Soviet di belakang operasi Trikora. Kedua, “Roh-roh Batak, Kunjarakarna dalam Beku St. Peterburg”, mengisahkan tentang kajian-kajian yang orang Indonesia sendiri bahkan tak lagi mempedulikannya: Bahasa Jawa kuno, agama Batak kuno atau tradisi persufian Melayu.
Banyak kisahan dalam film ini yang belum diketahui oleh masyarakat Indonesia kebanyakan, misalnya: kesaksian Yuri Sholmov, konsul jendral pertama Rusia yang ditempatkan di Surabaya. Mantan diplomat ini mengisahkan keterlibatan Uni Soviet dalam Operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat tahun 1962. Menurutnya Uni Soviet membuka tangan mengulurkan bantuan pada Indonesia, setelah Jendral A.H. Nasution yang gagal mencari bantuan ke negara-negara Barat, akhirnya datang ke Moskow, meminta dukungan Uni Soviet.
Bagi masyarakat Indonesia adalah hal yang sama sekali baru, ketika nama Alimin, Semaun, Muso dan Darsono yang selama ini hanya dikenal dalam konteks politik dan pertikaian ideologi jaman orde-lama, ternyata merupakan orang-orang yang punya andil penting dalam mengenalkan Indonesia pada masyarakat Uni Soviet.
Kenyataan ini kita peroleh dari kesaksian yang disampaikan Yuri Sholmov dan Lev Dyomin, seorang profesor ilmu jurnalistik, mantan wartawan harian Pravda yang pernah bertugas di Indonesia.
Sholmov dan Dyomin mengaku sebagai murid Semaun, yang secara aktif mengajar mereka percakapan dan praktek berbahasa Indonesia. Mereka menunjukan pada kita bahwa tokoh-tokoh yang selama ini berada di pojok lain dalam buku-buku sejarah Indonesia, seperti Muso dan Alimin, misalnya, di tahun-tahun awal Indonesia merdeka telah menyusun buku pelajaran bahasa Indonesia pertama, dengan tulisan tangan mereka sendiri.
Nostalgia masa lampau mengembalikan ingatan kita akan hubungan erat Indonesia-Rusia, terutama ketika profesor Alexei Drugov, mantan perwira yang pernah ditugaskan di Surabaya, memaparkan instruksi dari Moskow kepada prajurit dan perwira Rusia yang ditugaskan di Indonesia waktu itu. “Jika terjadi peperangan di Indonesia, para prajurit dan perwira Rusia harus ikut berperang seperti halnya mempertahankan perbatasan sendiri. Artinya berperang membela Indonesia”.
GKST mempersembahkan tuturan para Indonesianist Rusia dari berbagai aspek kajian dan beragam perspektif. Film ini juga menampilkan profesor Tsyganov sang Sukarnois, yang pernah begitu khawatir akan terjadi penangkapan pada Bung Hatta. Sigaev mantan penerjemah Soekarno pun membagi nostalgia tentang kunjungan presiden pertama Indonesia ke Rusia. Profesor Larissa Efimova menemukan bukti otentik baru tentang kritik tajam Josef Stalin kepada Aidit dan Muso atas rencana revolusi yang direncanakan Partai Komunis Indonesia tahun 1948. Penelitian Efimova tentu bisa memberi titik terang atas pertanyaan “siapa dibalik gerakan Muso tahun 1948 di Madiun?”
Sementara, Ludmila Pakhomova memaparkan analisanya tentang ekonomi Indonesia, profesor Natalia Alieva membuktikan dengan hitungan untuk sampai pada kesimpulan bahwa Bahasa Indonesia memiliki struktur hampir ideal. Losyagin sang leksikograf, hingga kini pun tetap menyiapkan kamus-kamus Indonesia-Rusia atau Rusia-Indonesia. Sedangkan Profesor Villen Sikorskiy, dengan analisanya, menawarkan agar sejarah kesusastraan Indonesia direvisi.
Dari St. Petersburg, Elena Revunenkova sang etnograf memukau kita dengan kajian Batak Kuno yang dikuasainya. Ia pulalah yang menunjukan pada kita kekayaan koleksi benda-benda pamer Indonesia di museum etnografi Rusia. Profesor Ogloblin dan kader muda Aleksandra Kasatkina memaparkan minat mereka terhadap kajian Jawa Kuno: kajian Kunjarakarna dan kitab-kitab kuno Jawa. Sejarawan muda Irina Katkova menggiring kita pada kekayaan naskah Nusantara yang tersimpan di institut kajian oriental, tempatnya bekerja.
Sebagai pengganti epilog, digambarkan situasi Rusia yang berubah menuju kapitalisme dan kesan para Indonesianist. Visualisasi lain di akhir film dengan ilustrasi puisi W.S. Rendra dalam perjalanannya dari Vladivostok menuju Moskow melalui Siberia, lantunan lagu “Rayuan Pulau Kelapa” yang dinyanyikan generasi tua dalam bahasa Rusia, melodi “Indonesia Raya” yang dimainkan kelompok obade di gerbang obyek wisata Rusia, semata-mata adalah pesan untuk menyuarakan harapan kembalinya hubungan akrab Indonesia-Rusia.
Film dokumenter “Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan” terwujud berkat kerjasama, dukungan dan kebaikan hati banyak pihak. Ucapan terimakasih tertuju kepada semua yang memberi andil dalam proses pembuatannya dan terutama kepada mereka yang tetap setia mencurahkan ruang batinnya untuk menggali kebudayaan Indonesia dari jauh, yang namanya pun terdengar asing bagi masyarakat awam Indonesia: Ibu Lyudmila Demidyuk, Ibu Elena Revunenkova, Ibu Natalia Alivea, Ibu Larissa Efimova, Ibu Lyudmila Pakhomova, Sdri. Irina Katkova, Sdri. Aleksandra Kasatkina, Bapak Yury Sholmov, Bapak Lev Dyomin, Bapak Aleksander Ogloblin, Bapak Vladimir Losyagin, Bapak Vladilen Sigaev, Bapak Vladilen Tsyganov, Bapak Aleksei Drugov, Bapak Vilen Sikorskiy, Nusantara Society (Moscow), Kabinet Nusantara (St. Petersburg), Museum Etnografi Negeri Rusia Kunstkamera / Museum Peter I, Museum Hermitage dan kurator seni Asia Tenggara: Ibu Olga Despande.
*Penulis adalah produser film “Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan”, Alumni Fakultas Jurnalistik, Universitas Negeri St. Petersburg.

No comments: